PENGANTAR FILSAFAT ILMU
A. Pengertian Filsafat
1.
Arti secara etimologi
Berasal dari bahasa Yunani
‘philosophia’. Kata philosophia terdiri dari kata philein yang berarti cinta
(love) dan sophia yang berarti kebijaksanaan (wisdom), sehingga secara
etimologi filsafat berarti cinta kebijaksanaan (love of wisdom) dalam arti yang
sedalam-dalamnya. Seorang filsuf adalah pecinta atau pencari kebijaksanaan.
2. Filsafat sebagai suatu sikap
Sikap secara filsafat adalah sikap
menyelidiki secara kritis, terbuka, toleran dan selalu bersedia meninjau suatu
problem dari semua sudut pandangan.
3. Filsafat sebagai suatu metode
Artinya sebagai cara berfikir
secara reflektif (mendalam), penyelidikan yang menggunakan alasan, berfikir
secara hati-hati dan teliti. Filsafat berusaha untuk memikirkan seluruh
pengalaman manusia secara mendalam dan jelas.
4. Filsafat sebagai kelompok persoalan
Banyak persoalan
abadi yang dihadapi manusia dan para filsuf berusaha memikirkan dan menjawabnya.
5. Filsafat sebagai sekelompok teori atau sistem pemikiran
Sejarah filsafat
ditandai dengan pemunculan teori-teori atau sistem-sistem pemikiran yang
terlekat pada nama-nama filsuf besar.
6. Filsafat sebagai analisa logis tentang bahasa dan
penjelasan makna istilah
Tujuan filsafat adalah
menyingkirkan kekaburan-kekaburan dengan cara menjelaskan arti istilah atau
ungkapan yang dipakai dalam ilmu pengetahuan dan dipakai dalam kehidupan
sehari-hari. Mereka berpendirian bahwa bahasa merupakan laboratorium para
filsuf, yaitu tempat menyemai dan mengembangkan ide-ide.
7. Filsafat merupakan
usaha untuk memperoleh pandangan yang menyeluruh
Filsafat adalah ilmu
pengetahuan yang menyelidiki segala sesuatu yang ada
secara mendalam dengan
mempergunakan akal sampai pada hakekatnya. Filsafat bukannya mempersoalkan
gejala-gejala atau fenomena, tetapi yang dicari adalah hakekat dari suatu
fenomena.
B. Peranan Filsafat
Pendobrak :
Berabad-abad lamanya
intelektualitas manusia tertawan dalam penjara tradisi dan kebiasaan. Dalam
penjara itu, manusia terlena dalam alam mistik yang penuh sesak dengan hal-hal
serba rahasia yang terungkap lewat berbagai mitos dan mite. Manusia menerima
begitu saja segala penuturan dongeng dan takhayul tanpa mempersoalkannya lebih
lanjut. Orang beranggapan bahwa karena segala dongeng dan takhayul itu
merupakan bagian yang hakiki dari warisan tradisi nenek moyang, sedang tradisi
itu benar dan tak dapat diganggu-gugat, maka dongeng dan takhayul itu pasti
benar dan tak boleh diganggu-gugat.
Oleh sebab itu,
orang-orang Yunani, yang dikatakan memiliki “suatu rasionalitas yang luar
biasa”, juga pernah percaya kepada dewa-dewi yang duduk di meja perjamuan di
Olympus sambil menggoncangkan kahyangan dengan sorakan dan gelak tawa tak
henti-hentinya. Mereka percaya kepada dewa-dewi yang saling menipu satu sama
lain, licik, sering memberontak dan
kadang kala seperti anak-anak nakal.
Keadaan tersebut berlangsung cukup
lama. Kehadiran filsafat telah mendobrak pintu-pintu dan tembok-tembok tradisi
yang begitu sakral dan selama itu tak
boleh diganggu-gugat. Kendati pendobrakan itu membutuhkan waktu yang cukup
panjang, kenyataan sejarah telah membuktikan bahwa filsafat benar-benar telah
berperan selaku pendobrak yang mencengangkan.
Pembebas:
Filsafat bukan sekedar mendobrak
pintu penjara tradisi dan kebiasaan yang penuh dengan berbagai mitos dan mite
itu, melainkan juga merenggut manusia keluar dari dalam penjara itu.
Filsafat membebaskan manusia dari ketidaktahuan dan kebodohannya. Demikian pula, filsafat membebaskan manusia
dari belenggu cara berpikir mistis dan mitis.
Sesungguhnya, filsafat telah,
sedang dan akan terus berupaya membebaskan manusia dari kurangnya pengetahuan yang menyebabkan manusia menjadi
picik dan dangkal. Filsafat pun membebaskan manusia dari cara berpikir yang
tidak teratur dan tidak jernih. Filsafat juga membebaskan manusia dari cara
berpikir tidak kritis yang membuat manusia mudah menerima kebenaran-kebenaran
semu yang menyesatkan.
Secara ringkas dapat dikatakan
bahwa filsafat membebaskan manusia dari segala jenis “penjara” yang mempersempit ruang gerak akal budi manusia.
Pembimbing:
Bagaimanakah filsafat dapat membebaskan
manusia dari segala jenis “penjara” yang hendak mempersempit ruang gerak akal
budi manusia itu? Sesungguhnya, filsafat hanya sanggup melaksanakan perannya
bagai pembimbing.
Filsafat membebaskan manusia dari
cara berpikir yang mistis dan mitis dengan membimbing manusia untuk berpikir
secara rasional. Filsafat membebaskan
manusia dari cara berpikir yang picik dan dangkal dengan membimbing manusia
untuk berpikir secara luas dan lebih mendalam, yakni berpikir secara universal
sambil berupaya mencapai radix (mendalam) dan menemukan esensi suatu
permasalahan. Filsafat membebaskan manusia dari cara berpikir yang tidak
teratur dan tidak jernih dengan membimbing manusia untuk berpikir secara
sistematis dan logis. Filsafat membebaskan manusia dari cara berpikir yang tak
utuh dan begitu fragmentaris dengan membimbing manusia untuk berpikir secara
integral dan koheren.
C. Obyek Filsafat
Obyek material yaitu suatu bahan yang menjadi tinjauan
penelitian atau pembentukan pengetahuan itu. Boleh juga obyek material
adalah hal yang diselidiki, dipandang, atau disorot oleh suatu disiplin ilmu.
Obyek material mencakup apa saja, baik hal-hal konkrit atau pun hal yang
abstrak.
Obyek material
dari filsafat adalah sangat luas yaitu yang mencakup segala sesuatu yang ada.
Obyek formal yaitu sudut pandangan yang ditujukan pada
bahan dari penelitian atau pembentukan pengetahuan itu, atau sudut dari mana
obyek material itu disorot. Obyek formal suatu ilmu tidak hanya memberi keutuhan suatu ilmu,
tetapi pada saat yang sama membedakannya dari bidang-bidang lain. Satu obyek
material dapat ditinjau dari berbagai sudut pandangan sehingga menimbulkan ilmu
yang berbeda-beda.
Obyek formal
filsafat yaitu sudut pandangan yang menyeluruh, secara umum, sehingga dapat
mencapai hakekat dari pada obyek materialnya.
D. Berfikir secara kefilsafatan
Ciri-ciri
berfikir secara kefilsafatan adalah :
1. Berfikir secara kefilsafatan dicirikan secara radikal
2.
Berfikir secara kefilsafat dicirikan secara universal (umum).
3.
Berfikir secara kefilsafatan dicirikan secara konseptual
4.
Berfikir secara kefilsafatan dicirikan secara koheren dan konsisten
5.
Berfikir secara kefilsafatan dicirikan secara sistematik
6.
Berfikir secara kefilsafatan dicirikan secara komprehensif
7.
Berfikir secara kefilsafatan dicirikan secara bebas
8.
Berfikir secara kefilsafatan dirikan dengan pemikiran yang bertanggung jawab.
E. Cabang-cabang Filsafat
Berdasarkan tiga jenis persoalan filsafat yang utama
yaitu persoalan tentang keberadaan, persoalan tentang pengetahuan, persoalan
tentang nilai-nilai, maka cabang filsafat adalah :
1.
Persoalan keberadaan (being) atau eksistensi (existence). Persoalan
keberadaan atau eksistensi bersangkutan dengan cabang filsafat yaitu
metafisika.
2.
Persoalan pengetahuan (knowledge) atau kebenaran (truth).
Pengetahuan ditinjau dari segi isinya bersangkutan dengan cabang filsafat yaitu
epistemologi. Sedangkan kebenaran
ditinjau dari segi bentuknya bersangkutan dengan cabang filsafat yaitu
logika.
3. Persoalan nilai-nilai (values). Nilai-nilai dibedakan menjadi dua,
nilai-nilai kebaikan tingkah laku dan nilai-nlai keindahan. Nilai-nilai
kebaikan tingkah laku bersangkutan dengan cabang filsafat yaitu etika.
Nilai-nilai keindahan bersangkutan dengan cabang filsafat yaitu estetika.
Metafisika
Berasal dari
kata Yunani meta ta physika : sesuatu yang ada di balik atau di belakang
benda-benda fisik.
Epistemologi (Filsafat Pengetahuan)
Berasal dari
episteme : pengetahuan, dan logos = teori. Epistemologi: cabang filsafat yang
mempelajari asal mula atau sumber, struktur, metode dan validitas pengetahuan.
Logika
Berasal dari logos
: nalar, teori, atau uraian. Logika : ilmu, kecakapan atau alat untuk berfikir
secara lurus.
Etika (Filsafat moral)
Berasal dari Ethos=watak. Moral
dari kata Latin mos, jamaknya mores=kebiasaan.
Etika: cabang filsafat yang
membicarakan tingkah laku dalam hubungannya baik atau buruk.
Estetika (Filsafat Keindahan)
Berasal dari aisthetika: hal-hal
yang dapat dicerap dengan indera. Estetika adalah cabang filafat yang
membicarakan tentang keindahan.
LANDASAN PENGEMBANGAN ILMU
PENGETAHUAN
Ontologi adalah cabang filsafat yang membicarakan tentang yang ada.
Dalam kaitan dengan ilmu, landasan ontologi mempertanyakan tentang obyek apa
yang ditelaah ilmu? Bagaimana ujud yang hakiki dari obyek tersebut? Bagaimana
hubungan antara obyek tadi dengan daya tangkap manusia (seperti berpikir,
merasa dan mengindera) yang membuahkan pengetahuan? (Jujun S Suriasumantri,
1985, hal. 34)
Epistemologi adalah cabang filsafat yang membicarakan tentang asal
muasal, sumber, metode, struktur dan validitas atau kebenaran pengetahuan. Dalam kaitan dengan ilmu, landasan
epistemologi mempertanyakan bagaimana proses yang memungkinkan ditimbanya
pengetahuan yang berupa ilmu? Bagaimana prosedurnya? Hal-hal apa yang harus
diperhatikan agar kita mendapatkan pengetahuan yang benar? Apa yang disebut
kebenaran itu sendiri? Apakah kriterianya? Cara/teknik/sarana apa yang membantu
kita dalam mendapatkan pengetahuan yang berupa ilmu? (Jujun S Suriasumantri, hal 34-35)
Aksiologi adalah cabang filsafat yang
mempelajari tentang nilai secara umum.
Sebagai landasan ilmu, aksiologi mempertanyakan untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu
dipergunakan? Bagaimana kaitan antara cara penggunaan tersebut dengan kaidah-kaidah
moral? Bagaimana penentuan obyek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan
moral? Bagaimana kaitan antara teknik, prosedural yang merupakan
operasionalisasi metode ilmiah dengan norma-norma moral/profesional? (Jujun S Suriasumantri, hal. 34-35.)
EPISTEMOLOGI
(FILSAFAT PENGETAHUAN)
Pengertian Epistemologi :
Istilah ‘Epistemology’
dipakai pertama kali oleh J.F. Feriere yang
masudnya untuk membedakan antara dua cabang filsafat yaitu Epistemologi
dan Ontologi (Metafisika umum). Kalau dalam metafisika pertanyaan pokoknya
adalah ‘Apakah hal yang ada itu?’ maka pertanyaan dasar dalam epistemologi
adalah ‘Apakah yang dapat saya ketahui?’
Epistemologi berasal dari kata Yunani, ‘Episteme’ dan ‘logos’.
Episteme biasa diartikan sebagai ‘pengatahuan’ atau ‘kebenaran’, dan ‘logos’
diartikan ‘pikiran’, ‘kata’, atau ‘teori’. Epistemologi secara etimologi dapat
diartikan sebagai ‘teori pengetahuan yang benar’ dan lazimnya hanya disebut
‘teori pengetahuan’
Istilah-istilah lain yang setara maksudnya dengan ‘epistemologi’ dalam
pelbagai kepustakaan filsafat kadang-kadang disebut juga logika material,
criteriology, kritika pengetahuan, gnosiology dan dalam bahasa Indonesia lazim
dipergunakan istilah ‘Filsafat Pengetahuan’
Epistemologi adalah bagian filsafat yang membicarakan tentang terjadinya
pengetahuan, sumber pengetahuan, asal mula pengetahuan, batas-batas, sifat,
metode dan kesahihan pengetahuan
Terjadinya Pengetahuan:
Sebagai alat
untuk mengetahui terjadinya pengetahuan menurut John Hospers dalam bukunya “An Introduction to
Philosophical Analysis” mengemukakan ada
enam hal, yaitu :
1. Pengalaman
indera (sense experience).Pengindraan adalah satu-satunya alat untuk menyerap
segala sesuatu obyek yang ada di luar diri manusia. Pengalaman indra merupakan
sumber pengetahuan yang berupa alat-alat untuk menangkap obyek dari luar diri
manusia melalui kekuatan indra. Kekhilafan akan terjadi apabila ada
ketidaknormalan di antara alat-alat itu.
2. Reason
(nalar). Nalar adalah salah satu corak berpikir dengan menggabungkan dua
pemikiran atau lebih dengan maksud untuk mendpat pengetahuan baru. Hal-hal yang
perlu diperhatikan dalam masalah ini adalah tetang azas-azas pemikiran, yaitu :
Principium
Identitas, adalah sesuatu itu mesti sama dengan dirinya sendiri (A = A) Azas
ini biasa juga disebut sebagai azas kesamaan.
Principium
Contradictionis, maksudnya bila terdapat dua pendapat yang bertentangan, maka
tidak mungkin kedua-duanya benar dalam waktu yang bersamaan atau dengan kata
lain pada subyek yang sama tidak mungkin terdapat dua predikat yang
bertentangan pada satu waktu. Azas ini biasa disebut sebagai azas pertentangan.
Principium
Tertii Exclusi, yaitu pada dua pendapat yang berlawanan tidak mungkin keduanya
benar dan tidak mungkin keduanya salah. Kebenaran hanya terdapat satu diantara
kedua itu, tidak perlu ada pendapat yang ketiga. Azas ini biasa disebut sebagai
azas tidak adanya kemungkinan ketiga.
3. Otoritas
(authority). pengetahuan yang terjadi karena adanya otoritas adalah pengetahuan
yang terjadi melalui wibawa seseorang sehingga orang lain mempunyai pengetahuan.
4. Intuisi
(intuition). Intuisi adalah suatu kemampuan yang ada pada diri manusia yang
berupa proses kejiwaan dengan tanpa suatu rangsangan atau stimulus mampu untuk
membuat pernyataan yang berupa pengetahuan. Pengetahuan yang diperoleh melalui intuisi
tak dapat dibutikan seketika atau melalui kenyataan karena pengetahuan ini
muncul tanpa adanya pengetahuan lebih dahulu. Dengan demikian sesungguhnya
peran intuisi sebagai sumber pengetahuan karena intuisi merupakan suatu
kemampuan yang ada dalam diri manusia yang mampu melahirkan
pernyataan-pernyataan yang berupa pengetahuan.
5. Wahyu
(revelation). Wahyu adalah berita yang disampaikan oleh Tuhan kepada nabiNya
untuk kepentingan umatnya. Kita mempunyai pengetahuan melalui wahyu,karena ada
kepercayaan tentang sesuatu yang disampaikan itu. Seseorang yang mempunyai
pengetahuan melalui wahyu secara dogmatik akan melaksanakan dengan baik. Wahyu
dapat dikatakan sebagai salah satu sumber pengetahuan, karena kita mengenal
sesuatu dengan melalui kepercayaan kita.
6. Keyakinan
(faith). Keyakinan adalah suatu kemampuan yang ada pada diri manusia yang
diperoleh melalui kepercayaan. Sesungguhnya antara sumber pengetahuan yang
berupa wahyu dan keyakinan ini sangat sukar untuk dibedakan secara jelas,
karena keduanya menetapkan bahwa alat lain yang diperguanakannya adalah
kepercayaan. Perbedaannya barangkali jika keyakinan terhadap wahyu yang secara
dogmatik diikutinya adalah merupakan peraturan yang berupa agama. Sedangkan
keyakinan melulu kemampuan kejiwaan manusia yang merupakan pematangan
(maturation) dari kepercayaan. Karena kepercayaan itu bersifat dinamik mampu
menyesuaikan dengan keadaan yang sedang terjadi. Sedangkan keyakinan itu sangat
statik, kecuali ada bukti-bukti baru yang akurat dan cocok buat kepercayaannya.
Teori Kebenaran :
1.Teori kebenaran saling berhubungan (Coherence theory of truth).
Suatu proposisi itu benar
bila proposisi itu mempunyai hubungan dengan ide-ide dari proposisi yang telah
ada atau benar, atau juga apabila proposisi itu mempunyai hubungan dengan
proposisi yang terdahulu yang benar. Pembuktian teori kebenaran koherensi dapat
melalui fakta sejarah apabila merupakan proposisi sejarah atau memakai logika
apabila merupakan pernyataan-pernyataan yang bersifat logik.
2. Teori kebenaran saling berkesesuaian (Correspondence theory of truth).
Teori ini
berpandangan bahwa suatu proposisi itu bernilai benar apabila proposisi itu
saling berkesesuaian dengan dunia kenyataan
3. Teori kebenaran
inherensi (Inhaerent theory of truth).
Kadang-kadang teori ini disebut juga sebagai teori
pragmatis. Pandangannya adalah suatu proposisi itu bernilai benar apabila
mempunyai konsekwensi-konsekwensi yang dapat dipergunakan atau bermanfaat.
4. Teori Kebenaran
Berdasarkan Arti (Semantic theory of truth)
Yaitu bahwa proposisi itu ditinjau dari segi artinya atau maknanya. Apakah
proposisi yang merupakan pangkal tumpunya itu mempunyai referen yang jelas
5. Teori Kebenaran
Sintaksis.
suatu pernyataan memiliki nilai benar apabila pernyataan itu mengikuti
aturan-aturan sintaksis yang baku.
6. Teori Kebenaran
Non-Deskripsi
pengetahuan akan memiliki niai benar sejauh pernyataan itu memiliki fungsi
yang amat praktis dalam kehidupan sehari-hari.
7. Teori Kebenaran Logik-yang-berlebihan
(Logical-Superfluity of Truth).
Pada dasarnya
menurut teori kebenaran ini adalah bahwa
problema kebenaran hanya merupakan kekacauan bahasa saja dan hal ini akibatnya
merupakan suatu pemborosan, karena pada dasarnya apa yang hendak dibuktikan
kebenarannya memiliki derajat logik yang sama yang masing-masing saling
melingkupinya
Jenis-jenis Pengetahuan:
Pengetahuan itu menurut Soejono
Soemargono (1983) dapat dibagai atas :
1. Pengetahuan non-ilmiah.
2. Pengetahuan ilmiah.
Pengetahuan non-ilmiah ialah pengetahuan yang diperoleh dengan
menggunakan cara-cara yang tidak termasuk dalam kategori metode-metode ilmiah.
Dalam hal ini termasuk juga pengetahuan
yang meskipun dalam babak terakhir direncanakan untuk diolah lebih lanjut
menjadi pengetahuan ilmiah, yaitu yang biasanya disebut dengan menggunakan istilah
pengetahuan pra ilmiah.
Yang dinamakan pengetahuan ilmiah adalah
segenap hasil pemahaman manusia yang diperoleh dengan menggunakan metode-metode
ilmiah.Pengetahuan ilmiah adalah pengetahuan yang sudah lebih sempurna karena
pengetahuan ini telah mempunyai dan memenuhi syarat-syarat tertentu dan dengan
cara berpikir yang khas yaitu dengan metodologi ilmiah. Pengetahuan ragam ini
pada umumnya disebut ilmu pengetahuan.
Plato membagi pengetahuan menurut tingkatan-tingkatan
pengetahuan sesuai dengan karakteristik obyeknya. Pembagiannya adalah :
1. Pengetahuan Eikasia (khayalan)
Eikasia, ialah
pengetahuan yang obyeknya berupa bayangan atau gambaran. Pengetahuan ini isinya adalah
hal-hal yang berhubungan dengan kesenangan atau kesukaan serta kenikmatan
manusia yang berpengatahuan.
Pengetahuan ini adalah pengetahuan mengenai hal-hal yang tampak dalam dunia
kenyataan atau hal-hal yang dapat diinderai secara langsung. Obyek pengetahuan
pistis biasa disebut zooya oleh karena demikian itu isi pengetahuan semacam ini
mendekati suatu keyakinan.
3. Pengetahuan Dianoya (Matematik)
Plato
menerangkan tingkat pengetahuan ini ialah tingkat yang ada di dalamnya sesuatu
yang tidak hanya terletak pada fakta atau obyek yang tampak tetapi juga
terletak pada bagaimana cara berpikirnya. bentuk pengetahuan tingkat dianoya ini adalah
pengetahuan yang banyak berhubungan dengan masalah matematik atau kuantitas
entah lus, isi, jumlah, berat yang semata-mata merupakan suatu kesimpulan dari
hipotesa yang diolah oleh akal pikir karenanya pengetahuan ini disebut juga
pengetahuan pikir.
4. Pengetahuan Noesis (Filsafat).
pengetahuan yang obyeknya adalah arche ialah prinsip-prinsip utama yang
mencakup epistemologik dan metafisik. Prinsip utama ini biasa disebut “IDE”.
Plato menerangkan tentang pengetahuan ini adalah hampir sama dengan pengetahuan
pikir tetapi tidak lagi menggunakan pertolongan gambar, diagram melainkan
dengan pikiran yang sungguh-sungguh abstrak.
Aristoteles tidak membagi
pengetahuan menurut tingkatannya melainkan menurut jenisnya sesuai dengan
fungsi dari pengetahuan itu. Pengetahuan yang umumnya merupakan kumpulan
dinamakan Rational Knowledge yang dipisahkan dalam tiga jenis yaitu :
- Pengetahuan
produksi (seni)
- Pengetahuan
praktis (etika, ekonomi, politik)
- Pengetahuan
teoritik (fisika, matematika dan metafisika/filsafat
pertama)
0 komentar:
Posting Komentar