Sabtu, 17 Desember 2016

pengantar filsafat ilmu

PENGANTAR FILSAFAT ILMU

A. Pengertian Filsafat
1.  Arti secara etimologi
Berasal dari bahasa Yunani ‘philosophia’. Kata philosophia terdiri dari kata philein yang berarti cinta (love) dan sophia yang berarti kebijaksanaan (wisdom), sehingga secara etimologi filsafat berarti cinta kebijaksanaan (love of wisdom) dalam arti yang sedalam-dalamnya. Seorang filsuf adalah pecinta atau pencari kebijaksanaan.
2. Filsafat sebagai suatu sikap
Sikap secara filsafat adalah sikap menyelidiki secara kritis, terbuka, toleran dan selalu bersedia meninjau suatu problem dari semua sudut pandangan.
3. Filsafat sebagai suatu metode
Artinya sebagai cara berfikir secara reflektif (mendalam), penyelidikan yang menggunakan alasan, berfikir secara hati-hati dan teliti. Filsafat berusaha untuk memikirkan seluruh pengalaman manusia secara mendalam dan jelas.
4. Filsafat sebagai kelompok persoalan
Banyak persoalan abadi yang dihadapi manusia dan para filsuf berusaha memikirkan dan menjawabnya.
5. Filsafat sebagai sekelompok teori atau sistem pemikiran
Sejarah filsafat ditandai dengan pemunculan teori-teori atau sistem-sistem pemikiran yang terlekat pada nama-nama filsuf besar.
6. Filsafat sebagai analisa logis tentang bahasa dan penjelasan makna istilah
Tujuan filsafat adalah menyingkirkan kekaburan-kekaburan dengan cara menjelaskan arti istilah atau ungkapan yang dipakai dalam ilmu pengetahuan dan dipakai dalam kehidupan sehari-hari. Mereka berpendirian bahwa bahasa merupakan laboratorium para filsuf, yaitu tempat menyemai dan mengembangkan ide-ide.
7. Filsafat merupakan usaha untuk memperoleh pandangan yang menyeluruh
Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki segala sesuatu yang ada
secara mendalam dengan mempergunakan akal sampai pada hakekatnya. Filsafat bukannya mempersoalkan gejala-gejala atau fenomena, tetapi yang dicari adalah hakekat dari suatu fenomena.

B. Peranan Filsafat
Pendobrak :
Berabad-abad lamanya intelektualitas manusia tertawan dalam penjara tradisi dan kebiasaan. Dalam penjara itu, manusia terlena dalam alam mistik yang penuh sesak dengan hal-hal serba rahasia yang terungkap lewat berbagai mitos dan mite. Manusia menerima begitu saja segala penuturan dongeng dan takhayul tanpa mempersoalkannya lebih lanjut. Orang beranggapan bahwa karena segala dongeng dan takhayul itu merupakan bagian yang hakiki dari warisan tradisi nenek moyang, sedang tradisi itu benar dan tak dapat diganggu-gugat, maka dongeng dan takhayul itu pasti benar dan tak boleh diganggu-gugat.
Oleh sebab itu, orang-orang Yunani, yang dikatakan memiliki “suatu rasionalitas yang luar biasa”, juga pernah percaya kepada dewa-dewi yang duduk di meja perjamuan di Olympus sambil menggoncangkan kahyangan dengan sorakan dan gelak tawa tak henti-hentinya. Mereka percaya kepada dewa-dewi yang saling menipu satu sama lain, licik,  sering memberontak dan kadang kala seperti anak-anak nakal.
Keadaan tersebut berlangsung cukup lama. Kehadiran filsafat telah mendobrak pintu-pintu dan tembok-tembok tradisi yang begitu sakral dan  selama itu tak boleh diganggu-gugat. Kendati pendobrakan itu membutuhkan waktu yang cukup panjang, kenyataan sejarah telah membuktikan bahwa filsafat benar-benar telah berperan selaku pendobrak yang mencengangkan.

Pembebas:
Filsafat bukan sekedar mendobrak pintu penjara tradisi dan kebiasaan yang penuh dengan berbagai mitos dan mite itu, melainkan juga  merenggut  manusia keluar dari dalam penjara itu. Filsafat membebaskan manusia dari ketidaktahuan dan kebodohannya.  Demikian pula, filsafat membebaskan manusia dari belenggu cara berpikir mistis dan mitis.
Sesungguhnya, filsafat telah, sedang dan akan terus berupaya membebaskan manusia dari kurangnya  pengetahuan yang menyebabkan manusia menjadi picik dan dangkal. Filsafat pun membebaskan manusia dari cara berpikir yang tidak teratur dan tidak jernih. Filsafat juga membebaskan manusia dari cara berpikir tidak kritis yang membuat manusia mudah menerima kebenaran-kebenaran semu yang menyesatkan.
Secara ringkas dapat dikatakan bahwa filsafat membebaskan manusia dari segala jenis “penjara” yang  mempersempit ruang gerak akal budi manusia.

Pembimbing:
Bagaimanakah filsafat dapat membebaskan manusia dari segala jenis “penjara” yang hendak mempersempit ruang gerak akal budi manusia itu? Sesungguhnya, filsafat hanya sanggup melaksanakan perannya bagai  pembimbing.
Filsafat membebaskan manusia dari cara berpikir yang mistis dan mitis dengan membimbing manusia untuk berpikir secara rasional. Filsafat  membebaskan manusia dari cara berpikir yang picik dan dangkal dengan membimbing manusia untuk berpikir secara luas dan lebih mendalam, yakni berpikir secara universal sambil berupaya mencapai radix (mendalam) dan menemukan esensi suatu permasalahan. Filsafat membebaskan manusia dari cara berpikir yang tidak teratur dan tidak jernih dengan membimbing manusia untuk berpikir secara sistematis dan logis. Filsafat membebaskan manusia dari cara berpikir yang tak utuh dan begitu fragmentaris dengan membimbing manusia untuk berpikir secara integral dan koheren.

C. Obyek Filsafat
Obyek material yaitu suatu bahan yang menjadi tinjauan penelitian atau pembentukan pengetahuan itu. Boleh juga obyek material adalah hal yang diselidiki, dipandang, atau disorot oleh suatu disiplin ilmu. Obyek material mencakup apa saja, baik hal-hal konkrit atau pun hal yang abstrak.
Obyek material dari filsafat adalah sangat luas yaitu yang mencakup segala sesuatu yang ada.
Obyek formal yaitu sudut pandangan yang ditujukan pada bahan dari penelitian atau pembentukan pengetahuan itu, atau sudut dari mana obyek material itu disorot. Obyek formal suatu ilmu  tidak hanya memberi keutuhan suatu ilmu, tetapi pada saat yang sama membedakannya dari bidang-bidang lain. Satu obyek material dapat ditinjau dari berbagai sudut pandangan sehingga menimbulkan ilmu yang berbeda-beda.
Obyek formal filsafat yaitu sudut pandangan yang menyeluruh, secara umum, sehingga dapat mencapai hakekat dari pada obyek materialnya.

D. Berfikir secara kefilsafatan
Ciri-ciri berfikir secara kefilsafatan adalah :
1. Berfikir secara kefilsafatan dicirikan secara radikal
2. Berfikir secara kefilsafat dicirikan secara universal (umum).
3. Berfikir secara kefilsafatan dicirikan secara konseptual
4. Berfikir secara kefilsafatan dicirikan secara koheren dan konsisten
5. Berfikir secara kefilsafatan dicirikan secara sistematik
6. Berfikir secara kefilsafatan dicirikan secara komprehensif
7. Berfikir secara kefilsafatan dicirikan secara bebas
8. Berfikir secara kefilsafatan dirikan dengan pemikiran yang bertanggung jawab.

E. Cabang-cabang Filsafat
Berdasarkan  tiga jenis persoalan filsafat yang utama yaitu persoalan tentang keberadaan, persoalan tentang pengetahuan, persoalan tentang nilai-nilai, maka cabang filsafat adalah :
1. Persoalan keberadaan (being) atau eksistensi (existence). Persoalan keberadaan atau eksistensi bersangkutan dengan cabang filsafat yaitu metafisika.
2. Persoalan pengetahuan (knowledge) atau kebenaran (truth). Pengetahuan ditinjau dari segi isinya bersangkutan dengan cabang filsafat yaitu epistemologi. Sedangkan kebenaran  ditinjau dari segi bentuknya bersangkutan dengan cabang filsafat yaitu logika.
3. Persoalan nilai-nilai (values). Nilai-nilai dibedakan menjadi dua, nilai-nilai kebaikan tingkah laku dan nilai-nlai keindahan. Nilai-nilai kebaikan tingkah laku bersangkutan dengan cabang filsafat yaitu etika. Nilai-nilai keindahan bersangkutan dengan cabang filsafat yaitu estetika.

Metafisika
Berasal dari kata Yunani meta ta physika : sesuatu yang ada di balik atau di belakang benda-benda fisik.
Epistemologi (Filsafat Pengetahuan)
Berasal dari episteme : pengetahuan, dan logos = teori. Epistemologi: cabang filsafat yang mempelajari asal mula atau sumber, struktur, metode dan validitas pengetahuan.
Logika
Berasal dari logos : nalar, teori, atau uraian. Logika : ilmu, kecakapan atau alat untuk berfikir secara lurus.
Etika (Filsafat moral)         
Berasal dari Ethos=watak. Moral dari kata Latin mos, jamaknya mores=kebiasaan.
Etika: cabang filsafat yang membicarakan tingkah laku dalam hubungannya baik atau buruk.
Estetika (Filsafat Keindahan)
Berasal dari aisthetika: hal-hal yang dapat dicerap dengan indera. Estetika adalah cabang filafat yang membicarakan tentang keindahan.


LANDASAN PENGEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN

Ontologi adalah cabang filsafat yang membicarakan tentang yang ada. Dalam kaitan dengan ilmu, landasan ontologi mempertanyakan tentang obyek apa yang ditelaah ilmu? Bagaimana ujud yang hakiki dari obyek tersebut? Bagaimana hubungan antara obyek tadi dengan daya tangkap manusia (seperti berpikir, merasa dan mengindera) yang membuahkan pengetahuan? (Jujun S Suriasumantri, 1985, hal. 34)
Epistemologi adalah cabang filsafat yang membicarakan tentang asal muasal, sumber, metode, struktur dan validitas atau kebenaran pengetahuan.  Dalam kaitan dengan ilmu, landasan epistemologi mempertanyakan bagaimana proses yang memungkinkan ditimbanya pengetahuan yang berupa ilmu? Bagaimana prosedurnya? Hal-hal apa yang harus diperhatikan agar kita mendapatkan pengetahuan yang benar? Apa yang disebut kebenaran itu sendiri? Apakah kriterianya? Cara/teknik/sarana apa yang membantu kita dalam mendapatkan pengetahuan yang berupa ilmu? (Jujun S Suriasumantri, hal 34-35)

Aksiologi adalah cabang filsafat yang mempelajari tentang nilai secara umum.  Sebagai landasan ilmu, aksiologi mempertanyakan  untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu dipergunakan? Bagaimana kaitan antara cara penggunaan tersebut dengan kaidah-kaidah moral? Bagaimana penentuan obyek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral? Bagaimana kaitan antara teknik, prosedural yang merupakan operasionalisasi metode ilmiah dengan norma-norma moral/profesional?  (Jujun S Suriasumantri,  hal. 34-35.)

EPISTEMOLOGI
 (FILSAFAT PENGETAHUAN)

Pengertian Epistemologi :
Istilah ‘Epistemology’ dipakai pertama kali oleh J.F. Feriere yang  masudnya untuk membedakan antara dua cabang filsafat yaitu Epistemologi dan Ontologi (Metafisika umum). Kalau dalam metafisika pertanyaan pokoknya adalah ‘Apakah hal yang ada itu?’ maka pertanyaan dasar dalam epistemologi adalah ‘Apakah yang dapat saya ketahui?’
Epistemologi berasal dari kata Yunani, ‘Episteme’ dan ‘logos’. Episteme biasa diartikan sebagai ‘pengatahuan’ atau ‘kebenaran’, dan ‘logos’ diartikan ‘pikiran’, ‘kata’, atau ‘teori’. Epistemologi secara etimologi dapat diartikan sebagai ‘teori pengetahuan yang benar’ dan lazimnya hanya disebut ‘teori pengetahuan’
Istilah-istilah lain yang setara maksudnya dengan ‘epistemologi’ dalam pelbagai kepustakaan filsafat kadang-kadang disebut juga logika material, criteriology, kritika pengetahuan, gnosiology dan dalam bahasa Indonesia lazim dipergunakan istilah ‘Filsafat Pengetahuan’
Epistemologi adalah bagian filsafat yang membicarakan tentang terjadinya pengetahuan, sumber pengetahuan, asal mula pengetahuan, batas-batas, sifat, metode dan kesahihan pengetahuan

Terjadinya Pengetahuan:
Sebagai alat untuk mengetahui terjadinya pengetahuan menurut John Hospers dalam bukunya “An Introduction to Philosophical Analysis” mengemukakan  ada enam hal, yaitu :
1. Pengalaman indera (sense experience).Pengindraan adalah satu-satunya alat untuk menyerap segala sesuatu obyek yang ada di luar diri manusia. Pengalaman indra merupakan sumber pengetahuan yang berupa alat-alat untuk menangkap obyek dari luar diri manusia melalui kekuatan indra. Kekhilafan akan terjadi apabila ada ketidaknormalan di antara alat-alat itu.
2. Reason (nalar). Nalar adalah salah satu corak berpikir dengan menggabungkan dua pemikiran atau lebih dengan maksud untuk mendpat pengetahuan baru. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam masalah ini adalah tetang azas-azas pemikiran, yaitu :
Principium Identitas, adalah sesuatu itu mesti sama dengan dirinya sendiri (A = A) Azas ini biasa juga disebut sebagai azas kesamaan.
Principium Contradictionis, maksudnya bila terdapat dua pendapat yang bertentangan, maka tidak mungkin kedua-duanya benar dalam waktu yang bersamaan atau dengan kata lain pada subyek yang sama tidak mungkin terdapat dua predikat yang bertentangan pada satu waktu. Azas ini biasa disebut sebagai azas pertentangan.
Principium Tertii Exclusi, yaitu pada dua pendapat yang berlawanan tidak mungkin keduanya benar dan tidak mungkin keduanya salah. Kebenaran hanya terdapat satu diantara kedua itu, tidak perlu ada pendapat yang ketiga. Azas ini biasa disebut sebagai azas tidak adanya kemungkinan ketiga.
3. Otoritas (authority). pengetahuan yang terjadi karena adanya otoritas adalah pengetahuan yang terjadi melalui wibawa seseorang sehingga orang lain mempunyai pengetahuan.
4. Intuisi (intuition). Intuisi adalah suatu kemampuan yang ada pada diri manusia yang berupa proses kejiwaan dengan tanpa suatu rangsangan atau stimulus mampu untuk membuat pernyataan yang berupa pengetahuan. Pengetahuan yang diperoleh melalui intuisi tak dapat dibutikan seketika atau melalui kenyataan karena pengetahuan ini muncul tanpa adanya pengetahuan lebih dahulu. Dengan demikian sesungguhnya peran intuisi sebagai sumber pengetahuan karena intuisi merupakan suatu kemampuan yang ada dalam diri manusia yang mampu melahirkan pernyataan-pernyataan yang berupa pengetahuan.
5. Wahyu (revelation). Wahyu adalah berita yang disampaikan oleh Tuhan kepada nabiNya untuk kepentingan umatnya. Kita mempunyai pengetahuan melalui wahyu,karena ada kepercayaan tentang sesuatu yang disampaikan itu. Seseorang yang mempunyai pengetahuan melalui wahyu secara dogmatik akan melaksanakan dengan baik. Wahyu dapat dikatakan sebagai salah satu sumber pengetahuan, karena kita mengenal sesuatu dengan melalui kepercayaan kita.
6. Keyakinan (faith). Keyakinan adalah suatu kemampuan yang ada pada diri manusia yang diperoleh melalui kepercayaan. Sesungguhnya antara sumber pengetahuan yang berupa wahyu dan keyakinan ini sangat sukar untuk dibedakan secara jelas, karena keduanya menetapkan bahwa alat lain yang diperguanakannya adalah kepercayaan. Perbedaannya barangkali jika keyakinan terhadap wahyu yang secara dogmatik diikutinya adalah merupakan peraturan yang berupa agama. Sedangkan keyakinan melulu kemampuan kejiwaan manusia yang merupakan pematangan (maturation) dari kepercayaan. Karena kepercayaan itu bersifat dinamik mampu menyesuaikan dengan keadaan yang sedang terjadi. Sedangkan keyakinan itu sangat statik, kecuali ada bukti-bukti baru yang akurat dan cocok buat kepercayaannya.

Teori Kebenaran :
1.Teori kebenaran saling berhubungan (Coherence theory of truth).
Suatu proposisi itu benar bila proposisi itu mempunyai hubungan dengan ide-ide dari proposisi yang telah ada atau benar, atau juga apabila proposisi itu mempunyai hubungan dengan proposisi yang terdahulu yang benar. Pembuktian teori kebenaran koherensi dapat melalui fakta sejarah apabila merupakan proposisi sejarah atau memakai logika apabila merupakan pernyataan-pernyataan yang bersifat logik.
2. Teori kebenaran saling berkesesuaian (Correspondence theory of truth).
Teori ini berpandangan bahwa suatu proposisi itu bernilai benar apabila proposisi itu saling berkesesuaian dengan dunia kenyataan
3. Teori kebenaran inherensi (Inhaerent theory of truth).
Kadang-kadang teori ini disebut juga sebagai teori pragmatis. Pandangannya adalah suatu proposisi itu bernilai benar apabila mempunyai konsekwensi-konsekwensi yang dapat dipergunakan atau bermanfaat.
4. Teori Kebenaran Berdasarkan Arti (Semantic theory of truth)
Yaitu bahwa proposisi itu ditinjau dari segi artinya atau maknanya. Apakah proposisi yang merupakan pangkal tumpunya itu mempunyai referen yang jelas
5. Teori Kebenaran Sintaksis.
suatu pernyataan memiliki nilai benar apabila pernyataan itu mengikuti aturan-aturan sintaksis yang baku.
6. Teori Kebenaran Non-Deskripsi
pengetahuan akan memiliki niai benar sejauh pernyataan itu memiliki fungsi yang amat praktis dalam kehidupan sehari-hari.
7. Teori Kebenaran Logik-yang-berlebihan (Logical-Superfluity of Truth).
Pada dasarnya menurut teori kebenaran ini adalah  bahwa problema kebenaran hanya merupakan kekacauan bahasa saja dan hal ini akibatnya merupakan suatu pemborosan, karena pada dasarnya apa yang hendak dibuktikan kebenarannya memiliki derajat logik yang sama yang masing-masing saling melingkupinya

Jenis-jenis Pengetahuan:
Pengetahuan itu menurut Soejono Soemargono (1983) dapat dibagai atas :
1. Pengetahuan non-ilmiah.
2. Pengetahuan ilmiah.
Pengetahuan non-ilmiah ialah pengetahuan yang diperoleh dengan menggunakan cara-cara yang tidak termasuk dalam kategori metode-metode ilmiah. Dalam hal ini termasuk  juga pengetahuan yang meskipun dalam babak terakhir direncanakan untuk diolah lebih lanjut menjadi pengetahuan ilmiah, yaitu yang biasanya disebut dengan menggunakan istilah pengetahuan pra ilmiah.
Yang dinamakan pengetahuan ilmiah adalah segenap hasil pemahaman manusia yang diperoleh dengan menggunakan metode-metode ilmiah.Pengetahuan ilmiah adalah pengetahuan yang sudah lebih sempurna karena pengetahuan ini telah mempunyai dan memenuhi syarat-syarat tertentu dan dengan cara berpikir yang khas yaitu dengan metodologi ilmiah. Pengetahuan ragam ini pada umumnya disebut ilmu pengetahuan.

Plato membagi pengetahuan menurut tingkatan-tingkatan pengetahuan sesuai dengan karakteristik obyeknya. Pembagiannya adalah :
1. Pengetahuan Eikasia (khayalan)
Eikasia, ialah pengetahuan yang obyeknya berupa bayangan atau gambaran. Pengetahuan ini isinya adalah hal-hal yang berhubungan dengan kesenangan atau kesukaan serta kenikmatan manusia yang berpengatahuan.
2. Pengetahuan Pistis (substansial)
Pengetahuan ini adalah pengetahuan mengenai hal-hal yang tampak dalam dunia kenyataan atau hal-hal yang dapat diinderai secara langsung. Obyek pengetahuan pistis biasa disebut zooya oleh karena demikian itu isi pengetahuan semacam ini mendekati suatu keyakinan.
3. Pengetahuan Dianoya (Matematik)
Plato menerangkan tingkat pengetahuan ini ialah tingkat yang ada di dalamnya sesuatu yang tidak hanya terletak pada fakta atau obyek yang tampak tetapi juga terletak pada bagaimana cara berpikirnya. bentuk pengetahuan tingkat dianoya ini adalah pengetahuan yang banyak berhubungan dengan masalah matematik atau kuantitas entah lus, isi, jumlah, berat yang semata-mata merupakan suatu kesimpulan dari hipotesa yang diolah oleh akal pikir karenanya pengetahuan ini disebut juga pengetahuan pikir.
4. Pengetahuan Noesis (Filsafat).
pengetahuan yang obyeknya adalah arche ialah prinsip-prinsip utama yang mencakup epistemologik dan metafisik. Prinsip utama ini biasa disebut “IDE”. Plato menerangkan tentang pengetahuan ini adalah hampir sama dengan pengetahuan pikir tetapi tidak lagi menggunakan pertolongan gambar, diagram melainkan dengan pikiran yang sungguh-sungguh abstrak.

Aristoteles tidak membagi pengetahuan menurut tingkatannya melainkan menurut jenisnya sesuai dengan fungsi dari pengetahuan itu. Pengetahuan yang umumnya merupakan kumpulan dinamakan Rational Knowledge yang dipisahkan dalam tiga jenis yaitu :
- Pengetahuan produksi (seni)
- Pengetahuan praktis (etika, ekonomi, politik)
- Pengetahuan teoritik (fisika, matematika dan metafisika/filsafat pertama)

0 komentar:

Posting Komentar